Salah satu janji kampanye Anies Baswedan adalah mencetak 200.000 pengusaha pemula di Jakarta. Oposan Anies sering menuduh program Oke Oce ini gagal. Padahal program ini berhasil lho, bahkan melebihi target. Mereka terkecoh sebab nama Oke Oce sudah lama tak digunakan, sejak 2019 Pemprov DKI memakai nama Jakpreneur untuk membedakan dengan program orang lain yang juga gunakan brand Oke Oce.
Para oposan ini, bahkan beberapa media, menuduh Oke Oce gagal karena ada minimarket bernama Oke Oce Mart tutup bangkrut. Padahal Oke Oce Mart itu adalah brand milik individu, yang bukan anggota UMKM binaan Program Oke Oce Pemprov DKI. Selain Oke Oce Mart ada banyak brand-brand usaha pribadi lain menggunakam nama sama. Ada Oke Oce Express untuk jasa pengiriman. Ada Oke Oce untuk brand minuman kemasan. Publik jadi bingung, mana Oke Oce yang program Pemda DKI mana Oke Oce yang brand pribadi.
Komplikasi nama Oke Oce bertambah ketika Pak Sandiaga Uno mencalonkan diri jadi Cawapres pada 2019 dan membawa Oke Oce sebagai program nasional. Publik makin bingung, mana Oke Oce yang Program Pemprov DKI mana yang Oke Oce program Pak Sandi.
Agar publik tidak bingung dan timbulkan kekacauan di lapangan maka pada tahun 2019 Oke Oce yang program Pemprov DKI berganti nama jadi Jakpreneur. Jadi jika kini ada usaha Oke Oce yang sukses maupun yang gagal, itu tidak ada kaitannya dengan Program Pemprov DKI Jakarta.
Oke Oce selesai, bagaimana dengan Jakpreneur?
Jakpreneur sering dituduh gagal. Mana janji realisasi mencetak 200.000 pengusaha pemula? Padahal datanya ada. Pada Oktober 2021 Pemprov DKI membuka data statistik pengusaha binaan Jakpreneur kepada media:
264.213 orang UMKM dibina
165.329 orang telah dilatih
125.864 orang telah mendapat pendampingan usaha
140.442 orang telah dapat kemudahan izin
42.939 orang telah dapat akses pemasaran produk
32.059 telah dilatih laporan keuangan
5.621 mendapat bantuan permodalan
Keren bukan? Jumlah anggota Jakpreneur yang dibina melampaui target janji kampanye. Para pengusaha pemula itu dibina dengan mengikuti tahapan-tahapan pendampingan, ada pelatihan, ada pendampingan untuk mengurus ijin usaha, mengurus NPWP, mengurus sertifikasi halal. Ada kurasi produk sehingga dianggap layak untuk dipasarkan.
Bahkan Pemprov DKI juga mengupayakan pemasarannya. Membuka gerai-gerai untuk UMKM binaan. Mengadakan bazar-bazar di berbagai event agar UMKM binaannya bisa memasarkan produk. Bahkan di Balai Kota Jakarta, setiap bulan ada bazar 3 hari agar para UMKM anggota Jakpreneur bisa berjualan.
Yang lebih revolusioner, Pemprov DKI menciptakan aplikasi bernama e-order. Suatu aplikasi yang memudahkan dan memungkinkan UMKM untuk ikut menjadi penyedia barang dan jasa di sistem pengadaan institusi Pemda DKI.
Selama ini Pemprov DKI Jakarta, sebagai institusi pemerintah yang harus prudent, tidak bisa berbelanja di UMKM. Sebab UMKM tidak punya NPWP, tidak punya ijin usaha, produknya tidak memenuhi standar pengadaan Pemprov DKI. Maka selama ini Pemprov DKI selalu belanja di penyedia besar, bahkan untuk sekadar memesan snack rapat sekalipun. Jakpreneur meruntuhkan semua penghalang pengadaan barang dan jasa Pemda itu.
Para pengusaha UMKM dibina agar memenuhi syarat, baik ketentuan administrasi maupun kualitas produk. Lalu mereka diminta mendaftar di e-order — semacam e-catalog dalam sistem pengadaan barang dan jasa — lalu instansi Pemda tinggal pesan barang melalui aplikasi dengan pembayaran yang juga cashless.
Jadi kalau selama ini para haters mengejek kertas kampanye yang tertempel di jalan-jalan waktu kampanye: akan dimodalin, dicariin tempat dagang, dicariin pembeli. Sebenarnya semua kata-kata itu bukan sekedar janji, semua itu terjadi di DKI Jakarta melalui program Jakpreneur.
Oke Oce gagal? Kita tidak tahu. Tapi kalau janji Anies waktu kampanye untuk menciptakan 200.000 pengusaha baru, telah tertunaikan melalui program JAKPRENEUR.
0 comments:
Post a Comment